Menulis Sebagai Bukti Perawat Itu Ada dan Hidup Selamanya

Post Top Ad

Mengenal Penyakit Thalassemia di Aceh

Penderita Thalassemia sedang Mendapatkan Transfusi Darah
di Central Thalassemia RSUD ZA Banda Aceh.
Sumber Foto : www.perawattraveler.blogspot.co.id
Kenapa mesti Aceh? Bukankah penyakit ini juga ditemukan hampir di seluruh belahan dunia?

Sahabat Perawat Traveler (PeTrav) pasti bertaya demikian, kok Aceh sih? Apakah penyakit thalassemia berasal dari Aceh?

Asal Mula Thalassemia Aceh

Penyakit kelainan darah, atau yang disebut dengan thalassemia ini memang banyak ditemukan pada anak-anak Aceh. Bukan berarti penyakit ini murni berasal dari Aceh, tapi thalassemia Aceh yang sudah banyak menelan korban ini, berawal dari masyarakat pendatang dari luar Aceh.

Menurut sejarahnya, Aceh pada abad ke 16 merupakan pusat kerajaan Islam terbesar di dunia. Saat itu banyak pendatang luar seperti Arab, China, Eropa, dan Hindia datang untuk melakukan perdagangan, dan kemudian menetap di Aceh dengan menikahi warga Aceh.

Pada saat inilah terjadi migrasi besar-besaran, karena Aceh merupakan pusat perdagangan dunia, dan letaknya sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia. Setiap orang yang masuk ke Aceh, tidak terdeteksi secara jelas tentang riwayat kesehatan mereka. Apalagi untuk mendeteksi penyakit bawaan atau keturunan seperti thalassemia.

Hingga pada akhirnya thalassemia menjadi penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak Aceh, bahkan prevalensi tertinggi thalassemia berada di Aceh. 
Immigration Trends Impacting Thalassemia (Weatherall, 2012)
Sumber Foto : www.thalassaemia.org.cy
Thalassemia yang pada mulanya ditemukan di daerah sekitar Laut Tengah Mediterenia ini, merupakan jalur lalu lintas yang sibuk. Tempat ini memungkinkan perdagangan, dan pertukaran budaya atara orang Mesir, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan Timur Tengah. 

Di daerah ini jugalah ditemukan anak-anak yang menderita anemia (kekurangan darah), dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Kemudian salah seorang dokter bernama Thomas B. Cooley, menamai penyakit ini dengan anemia splenic atau anemia mediterenean, yang sekarang dikenal dengan thalassemia.

Jika dihubungkan dengan para penderita thalassemia Aceh, kemungkinan leluhur mereka berasal dari Laut Tengah yang merupakan daerah asal Thalassemia. Ada bakat genetik penyakit thalassemia yang akan diturunkan ke keturunan mereka, sehingga dapat dilihat sekarang bahwa Aceh merupakan sabuk thalassemia di Indonesia, bahkan dunia.


Thalassemia Aceh dalam angka

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Aceh merupakan daerah kasus thalassemia tertinggi di Indonesia, yaitu 13,8%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan ibukota Jakarta, yaitu 12,3%.

Selain itu, ada sekitar 8% dari jumlah total penduduk Aceh merupakan carier thalssemia, atau pembawa sifat. Artinya walaupun mereka tidak mengalami penyakit thalassemia, namun sangat berpotensi untuk diturunkan kepada anak-anaknya. Terlebih jika pasangannya juga mempunyai gen pembawa sifat thalassemia.

Faktor inilah yang menjadi penyumbang terbersar tingginya angka thalassemia di Aceh. Bahkan jumlah penderita thalassemia di Aceh, setiap tahunnya meningkat. Baca juga Siapa Mereka Para Thalassemia?

Thalassemia dalam Angka
Sumber Foto : www.perawattraveler.blogspot.co.id
Menurut cacatan Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia (POPTI), sejak 2012 terdapat 142 penderita thalassemia di Aceh. Kemudian jumlahnya meningkat menjadi 185 orang pada tahun 2013. Tahun 2014, terjadi lagi peningkatan 223 orang, dan pada 2015 terdapat 265 orang. Hingga Mei 2016, ada sekitar 280 penderita thalassemia di Aceh.

Angka ini hanya yang tercatat, tapi sebenarnya masih banyak penderita thalassemia lainnya yang belum terdata. Terutama di daerah-daerah terpencil, di pedalaman Aceh. 

Thalassemia Aceh ibarat gunung es yang hanya terlihat kecil di permukaan, namun pada dasarnya banyak yang mengalami penyakit ini. Keterbatasan pengetahaun juga menjadi faktor utama dalam mengatasi penyakit ini.


Penyakit Thalassemia

Sahabat PeTrav perlu mengetahui lebih lanjut tentang penyakit ini. Dikarenakan penyakit ini bersifat herediter atau diturunkan, maka sangat disarankan bagi yang akan berkeluarga melakukan skrining Thalassemia. Nah, terlepas dari itu kita akan membahas lebih jauh tentang thalassemia ini.

Pernah tidak sahabat PeTrav melihat atau mendengar berita, ada orang yang setiap bulan harus transfusi darah? Meskipun sudah berkantong-kantong darah masuk ke dalam tubuhnya, tapi mereka harus transfusi di bulan berikutnya. Baca juga Thalassemia "Han Sep-Sep' Darah.

Pemasangan Infus Anak Thalassemia saat akan Transfusi Darah
Sumber Foto : www.perawattraveler.blogspot.co.id
Begitu seterusnya sampai akhir hidup mereka. Bisa sahabat PeTrav bayangkan bagaimana kehidupan mereka yang bergantung pada darah orang lain? Mengapa sih mereka terus-terusan harus transfusi?

Inilah tanda spesifik mereka yang menderita penyakit thalassemia. Mereka harus transfusi darah setiap bulan dikarenakan adanya kelainan, atau gangguan darah yang diturunkan dari orangtua mereka.

Gangguan tersebut terletak pada produksi rantai globin, pada hemoglobin (Hb) yang mengalami defisiensi atau kecacatan. Hemoglobin di dalam darah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.

Jika hemoglobin ini mengalami kecacatan, maka proses transportasi oksigen ke seluruh jaringan, dan sel tubuh akan terganggu. Akibatnya si penderita akan mengalami gangguan pernapasan seperti sesak, pusing, dan tubuhnya kelihatan pucat karena rendahnya kadar hemoglobin di dalam darah.

Kasus seperti inilah yang mengharuskan mereka transfusi darah, supaya kebutuhan oksigen di dalam darah mereka terpenuhi. Tidak cukup hanya sekali, tapi setiap bulan selama fase hidup mereka. 

Darah yang ditransfusi hanya bertahan sampai 21 atau 28 hari, setelah itu darah tersebut akan lisis atau mati. Sehingga dibutuhkan darah baru untuk membantu kebutuhan darah dalam tubuh si penderita. Makanya mereka setiap bulan harus transfusi darah untuk membantu kerja hemoglobin di dalam darah.


Memutuskan Mata Rantai Thalassemia

Sebelum memutuskan mata rantai tahalassemia ini, sahabat PeTrav harus mengetahui dulu alur atau mata rantai dari thalassemia.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa thalassemia merupakan penyakit turunan, jadi untuk memutuskan mata rantainya kita harus skirining darah agar mengetahui ada tidaknya genetik yang berpotensi untuk melahirkan anak thalassemia.

Analisisnya begini, jika ada pasangan yang keduanya terdeteksi sebagai pembawa sifat genetik thalassemia (thalassemia minor), kemungkinan 25% anaknya lahir normal, 50% pembawa genetik thalassemia, dan 25% positif menderita thalassemia. Namun jika salah satu pasangan saja yang memiliki sifat pembawa, maka 50% anaknya lahir normal, dan 50% lagi pembawa sifat thalasemia. 
Deskripsi Penurunan Sifat Genetik Thalassemia
Sumber Foto : www.
askhematologist.com
Jika sudah mengetahui hal itu, ada dua kemungkinan yang bisa diambil. Pertama tidak melanjutkan hubungan dengan pasangan yang mempunyai sifat pembawa genetik thalassemia, atau tetap bertahan dengan risiko akan melahirkan anak thalassemia.

Pilihan ini memang sangat sulit, karena untuk memutuskan mata rantai thalassemia ialah dengan tidak mencari pasangan yang juga berperan sebagai pembawa genetik thalassemia.

Sampai detik ini, obat untuk thalassemia belum ditemukan. Hanya saja untuk mempertahankan kelangsungan hidup si penderitanya, haruslah bergantung kepada darah orang lain. Disamping obat-obatan lain juga diperlukan untuk mengurangi kelebihan zat besi yang didapat dari darah pendonor.


Hidup Penderita Thalassemia 

Sungguh disayangkan memang hidup penderita thalassemia bergantung pada darah orang lain. Setiap bulan harus transfusi darah, untuk membantu aktivitas sel, dan kebutuhan oksigen di dalam tubuh mereka. Untuk membantu mereka maka kita perlu mendonorkan darah secara rutin, kebutuhan dan manfaat donor darah bisa klik baca ini.

Tajamnya jarum infus yang menusuk kulit mereka setiap kali transfusi, tidak menjadi pemasalahan lagi. Meskipun setelah itu akan meninggalkan bekas yang tidak enak dilihat, dan rasa sakit setelah transfusi menghampiri mereka.

Pertumbuhan dan perkembangan anak thalassemia lebih lambat dibandingkan anak normal lainnya. Maka tak heran kalau kita melihat anak thalassemia yang berusia 8 tahun, terlihat seperti anak umur 4 tahun.

Selain itu ada spesifik wajah yang terlihat pada anak thalassemia. Wajahnya pucat seperti kekurangan darah, kadang ada juga yang menghitam karena penumpukan zat besi di dalam kulit. Terjadi pembesaran pada kepala dan pipi, hidungnya mengecil, dan menipis.

Anak Penderita Thalassemia
Sumber Foto : www.
peutuah91.blogspot.co.id
Aktivitasnya sering terganggu karena anak thalassemia mudah lelah, dan cepek. Terutama beberapa hari sebelum jadwal transfusi darah dilakukan. Mereka sering mengalami pusing, dan mual karena oksigen di dalam darahnya tidak tercukupi. Biasanya hemeglobin mereka menurun hingga 7- 5 g/dL. 

Setelah transfusi darah 2-5 kantong hingga hemglobin mereka mencapai 9-10 g/dL, mereka akan kembali sehat seperti semula. 

Jadi bisa dibayangkan jika mereka tidak mendapatkan transfusi darah? Akan banyak anak thalassemia yang mati karena kekurangan darah. 


Darah Untuk Aceh

Tingginya jumlah penderita thalassemia di Aceh, tentunya kebutuhan akan darah juga meningkat. Saat ini pasokan darah yang ada di Banda Aceh, diambil dari Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Banda Aceh, dan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 

Sedangkan kebutuhan darah tidak hanya untuk penderita thalassemia saja, tapi juga untuk kebutuhan pasien lainnya yang akan operasi. Sering kali pasien thalassemia yang akan ditransfusi tidak kejatahan darah, karena stok darah tidak ada. 

Sehingga transfusipun tidak bisa dilakukan, dan pasien harus menunggu dulu hingga stok darah tersedia. Hal ini tentunya akan memperburuk kondisi pasien, sehingga keterlambatan ini akan berdampak buruk bagi kesehatan si penderita tersebut.

Masalah inilah yang dicoba diselesaikan oleh perempuan Aceh yang bernama Nurjannah Husein, atau yang akrab disapa Kak Nunu. Dengan merangkul para pemuda Aceh, beliau membentuk komunitas yang disebut Darah Untuk Aceh (DUA) pada tahun 2012. 

NURJANNAH HUSEIN
Pendiri komunitas Darah Untuk Aceh
Foto diedit oleh, www.yellsaints.com 
Untuk memenuhi ketersediaan darah bagi penderita thalassemia, Kak Nunu merangkul 10 pemuda yang mau menjadi pendonor tetap untuk 1 orang penderita thalasemia (#10For1Thalassemia). Para pendonor tetap tersebut diharapkan bisa mendonorkan darahnya secara bergantian, untuk penderita thalassemia setiap bulannya.

Mereka menyebutnya dengan istilah blooders untuk para pendonor, dan thallers untuk penerima darah bagi penderita thalasemia. 

Relawan Darah Untuk Aceh
Sumber Foto : www.regional.kompas.com
Cara seperti ini membantu penyediaan darah bagi penderita thalassemia. Disamping itu juga dapat menumbuhkan rasa empati, bagi pemuda Aceh untuk membantu anak thalassemia Aceh.

Program lainnya yang dilakukian DUA selama 5 tahun ini ialah program #S3KUMLOD (Seribu Seorang Sebulan Kumpuan Loyal Donasi). Program ini dilakukan untuk menggalang dana bagi semua pihak yang ingin membantu penderita thalassemia, khususnya untuk biaya transporatasi mereka ke rumah sakit.

Pada ulang tahun DUA yang ke 5 ini, DUA kembali meluncurkan program baru yaitu DUAFE untuk Entrepreneur Charity. Program ini bertujuan untuk membentuk sebuah wirausaha yang berbasis sosial. 

Kak Nunu menyampaikan program DUAFE pada saat acara Thalassemia Talk
Sumber Foto : www.yellsaints.com
DUAFE adalah sebuah produk berupa bubuk kopi Arabica siap pakai, yang hasil penjualannya disumbangkan 80% untuk pendampingan penderita thalasemia, riset, sosialisasi, dan pengembangan oraginasasi.

Bisnis kopi di Aceh sangatlah menguntungkan, apalagi Aceh yang disebut sebagai 1001 warung kopi merupakan penghasil kopi terbaik dunia. Maka dengan adanya produk DUAFE ini diharpakan orang yang membeli kopi, tidak hanya sekedar menikmati kopinya, tapi juga ikut berdonasi untuk membantu penderita thalassemia Aceh. 

Semoga diulang tahun DUA yang ke 5 ini, dapat terus membantu untuk pendampingan anak Thalassemia Aceh.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog #ThalassemiaAceh2017

10 komentar:

  1. Super mantap..artikel yang sangat menarik dan bermanfaat. Thanks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung Mas Firman. Salam Super dari Perawat Traveler :)

      Hapus
  2. Tulisan yg bagus, jadi informasinya bisa menjadi pembelajaran buat kita semua.. terimakasih sdh menulis dan share..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa bermanfaat ya! Terima kasih kembali, :)

      Hapus
  3. Suka dengan analisis datanya dek. Wah, angkat topi nih sama ibu perawat. Mantap!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kakak! Bahan materi sehari2 semasa kuliah, makanya lancar2 aja2 hahahaha

      Hapus
  4. Kasihan banget kalau mata rantai penyakit talasemia ini ga bisa diputus ya mbak Yelli.... mbak masih kuliah semester berapa? Salut deh sama yang concern terhadap kesehatan. Semoga berhasil ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mbak. Semoga pemerintah, terutama kementrian kesehatan lebih peduli lagi untuk upaya pemutusan mata rantai thalassemia ini.

      Saya alumni keperawatan Mbak, Fresh Graduated bulan Februari 2017. Selagi nunggu STR untuk bisa praktek di RS, jadi saya ngeblog dulu untuk berbagi ilmu yg saya dapat selama kuliah.

      Paling tidak bisa bermanfaat bagi banyak orang, sebagai bahan bacaan untuk informasi kesehatan.

      Hapus

Terimakasih Telah Memberikan Komentarnya - Silahkan Komentar dibawah ini !!!!

My Instagram